Hasil Yang Lain Dari Hutan

Ada otoritas yang sedang mengigau – Semacam gangguan tidur dimana yang mengalaminya mengucapkan bunyi yang tidak jelas. Transformasi barang, jasa, ide bahkan manusia menjadi komoditas objek dagang. Apa pun ditukar dengan nilai ekonomi. Komodifikasi ruang sedang berlangsung. Ruang-ruang abstrak ditukar hanya dari nilai tukar, bukan nilai guna.
Tetapi jauh dari ruang-ruang tertutup yang eksklusif, sebenarnya masih ada ruang terbuka yang “terlantar”. Di ruang terlantar itu, jika diberdayakan sebenarnya tersimpan kekayaan pengalaman dan kehadiran species yang unik.
Di hutan, sebuah ruang terbuka yang luas tercipta alam liar yang majemuk, dengan ragam tata fungsi; ekologi, sosial ekonomi dan banyak hal.
Hutan tumbuh bukan sekedar sebagai tempat pohon hidup, tetapi bermetamorfosis memberi arti keberadaan kepada species yang ada di dalamnya, dan kebermanfaatan bagi kehidupan umum di luarnya.
Hasil hayati non kayu; bahan-bahan atau komoditas yang didapatkan dari hutan tanpa harus menebang pohon. Kacang-kacangan, biji, buah beri, jamur, minyak, daun, rempah-rempah, rempah daun, gambut, ranting untuk kayu bakar, pakan hewan ternak, madu dan lainnya. Semua hasil itu dapat diambil dan dimanfaatkan bagi kegiatan ekonomi dengan tetap menjaga kelestarian hutannya.
Dalam tradisi masyarakat kita, memanfaatkan hasil hutan hayati non kayu sebenarnya telah menjadi kegiatan tradisional masyarakat sekitar hutan sejak dulu hingga saat ini. Beberapa komoditi yang sering dimanfaatkan seperti getah, daun, kulit, buah, rotan, bambu dan lain-lain.
Pemanfaatan dan model konseptual terhadap potensi hayati non kayu ini sudah selayaknya diintegrasikan oleh otoritas setempat untuk membina petani sekitar hutan dengan pendekatan program keberlanjutan yang masuk akal, bukan sekedar “mengintip”. Tentu saja melalui pemetaan sebaran yang komprehensif, memperhatikan karakteristik sumber daya hutan setempat.
Paper, buku dan jurnal ilmiah tentang potensi hayati non kayu telah banyak diterbitkan. Otoritas daerah sebagai lembaga yang dibekali dengan undang-undang dan segala peraturan dibawahnya tentu saja memiliki tanggung jawab memperbaharui data-data secara terus-menerus.
Harus ada usaha yang dikerahkan untuk memberdayakan potensi lain dari hutan yang tersedia, dengan level keterlibatan yang bisa kita tentukan sendiri. Sebab hutan menyimpan fenomena dan kehidupan-kehidupan lain dibaliknya. Mungkin sebagian kita hanya melihat hutan sambil lewat, sebagian lagi menerka-nerka, yang lainnya membuat kesimpulan, atau curiga, berprasangka sambil berharap-harap cemas.
Tetapi siapa yang bisa memastikan bahwa kita yang mengamati tidak “sedang diamati”? (baca: harimau-harimau).
Di ruang hijau yang “terlantar”, hutan memberi kita perasaan tentang suatu hubungan yang saling melingkupi, saling menjaga dan melindungi.
Penulis, Afrizal Akmal – Inisiator Hutan Wakaf.