Hutan Wakaf Lembaga Filantropi Islam

 

Catatan-catatan penting tentang wakaf dapat kita temukan dalam sejarah umat Islam sejak awal hingga sekarang; bila dikaji filosofi dan hikmahnya, wakaf terbukti memiliki manfaat besar bagi kehidupan. Karena itu wakaf adalah implementasi konkrit filantropi dalam masyarakat Islam dunia hingga saat ini.

Wakaf dalam kajian muamalah terus berkembang seiring zaman dan tempat; ia wujud dari bangunan keagamaan yang memiliki fungsi ibadah, sosial, dan potensi ekonomi sebagai sumber aset yang memberi manfaat sepanjang masa.

Pada tahun 2012, ketika inisiatif hutan wakaf dideklarasikan di Aceh oleh beberapa orang pegiat lingkungan di sana, fungsi wakaf dalam bentuk hutan ini menjadi lebih dinamis dan menambah fungsi sosial lainnya seperti fungsi ekologis; konservasi keanekaragaman hayati, dan jasa lingkungan lainnya.

Konsep hutan wakaf ini mendapat tempat dan dukungan luas dari masyarakat, baik lokal, nasional bahkan internasional. Perguruan tinggi seperti Universitas Nasional dan Universitas Indonesia memberikan apresiasi yang tinggi saat itu. Disusul lembaga negara independen seperti Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang juga ikut memberikan apresiasi terhadap inisiatif ini.

Hutan wakaf memadukan konservasi hutan dengan instrumen wakaf, dibangun di atas lahan wakaf yang sah menurut syariat, sebagai sadaqah jariyah, tidak boleh dipindahmilikkan atau dikonversi fungsinya menjadi fungsi lain.

Maka dari hutan wakaf berupa produk non kayu, misalnya buah dan bibit-bibit yang dihasilkannya, pemanfaatan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh hutan, misalnya potensi udara, pengembangan energi terbarukan seperti mikrohidro, atau pengembangan ekowisata berbasis masyarakat, atau pengembangan biofarmakologi berbasis pengobatan herbal di hutan tersebut dapatlah dimanfaatkan, baik untuk kepentingan umum maupun kepentingan khusus.

Inisiatif yang inklusif ini membuka ruang yang luas bagi terbangunnya diasfora pengembangan hutan wakaf di daerah lain sesuai dengan model masing-masing daerah.

Saat ini banyak pemberitaan dan pembahasan yang berkaitan dengan instrumen baru wakaf, yaitu wakaf berbentuk hutan wakaf – dalam kaitan pemberdayaan potensi ekologi dan jasa lingkungannya.

Diperlukan landasan filosofi yang lebih dalam tentang hutan wakaf yang saat ini mulai berkembang di masyarakat dari aspek hukum adat, hukum Islam, dan hukum negara.

Para ulama sepakat bahwa benda yang diwakafkan tidak terbatas pada tanah dan bangunan, sepanjang bendanya tidak langsung hilang ketika diambil manfaatnya, barang tersebut dapat diwakafkan, maka boleh berwakaf dengan hutan sepanjang hutan tidak punah setelah dimanfaatkan; ada kelestarian disana.

Namun pengembangan objek wakaf seperti wakaf hutan memperkaya khasanah pekerjaan lainnya yaitu mewujudkan pengelolaan yang berkualitas. Dalam perjalanannya, konsep hutan wakaf tanpa sengaja telah membuka perspektif baru bagi pengembangan wakaf di tanah air dan dunia internasional.

Dalam ruang lingkup bahasan di atas, sangat relevan untuk melibatkan penelitian berbagai pihak; dosen, mahasiswa, guru, masyarakat yang terlibat langsung dalam isu pengelolaan wakaf.

 

Filosofi Berwakaf Hutan

Filosofi wakaf didasarkan pada percakapan Rasulullah Muhammad SAW dengan Umar bin Khathab Ra tentang pola pengelolaan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW tentang keinginannya untuk menyedekahkan sebidang tanah di Khaibar yang sangat subur untuk kepentingan umat. Rasulullah menjawab, yang intinya; “tahan pokoknya dan sedekahkan hasilnya”.

Hadits dari Rasulullah SAW tersebut mengandung makna aset tanah harus tetap ada, dan yang diberikan sebagai peruntukan wakaf adalah hasil pengelolaannya.

Dengan demikian wakaf hutan dapat dikelola dengan baik secara produktif, dan keuntungan yang dihasilkan berupa buah yang dapat dipetik atau keuntungan jasa lingkungan lainnya seperti air dan oksigen yang dihasilkan dapat menjadi peruntukan wakaf hutan.

Mewakafkan hutan menemukan benang merahnya dari filantropi Islam, “hal baru” yang sebenarnya telah ada dalam tradisi sejak lama. Filosofi konsep filantropi sama halnya seperti memberi zakat, infak, dan sedekah; zakat hukumnya wajib, infak dan sedekah hukumnya sunnah yang dianjurkan. Wakaf adalah sunnah yang dianjurkan.

Maka layak jika kita menyebutkan bahwa komunitas hutan wakaf adalah salah satu lembaga filantropi Islam yang muncul dan berkembang di tengah perkembangan lembaga filantropi lainnya di tanah air. Dan hal yang ingin dicapai adalah kesejahteraan umum; Rahmatan lil alamin – bukan hanya untuk manusia, tetapi juga untuk seluruh makhluk yang ada di bumi ini.

 

Penulis: Afrizal Akmal | Salah satu inisiator Hutan Wakaf

 

——–

  • Filantropi atau kedermawanan adalah tindakan seseorang yang mencintai sesama manusia serta nilai kemanusiaan, sehingga menyumbangkan waktu, uang, dan tenaganya untuk menolong orang lain. Istilah ini umumnya diberikan pada orang-orang yang memberikan banyak dana untuk amal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *