JAKARTA, KabarSDGs – Kementerian Agama (Kemenag) RI mendukung pengembangan inovasi hutan wakaf. Program ini dapat menjadi instrumen menjaga kelestarian lingkungan.
Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag Muhammad Fuad Nasar mengatakan, pemberdayaan hutan wakaf merupakan bentuk kepedulian terhadap fenomena global warming. Dari aspek ekologis, program ini berperan menjaga kestabilan iklim secara mikro, melestarikan keanekaragaman hayati, konservasi air, dan mencegah bencana alam.
“Pemanfaatan aset dalam program ini untuk menjaga kelestarian hidup dan ekologi,” ujarnya dalam rilis yang diterima KabarSDGs, Minggu (30/8).
Secara regulasi, hutan wakaf termasuk kategori ‘wakaf untuk kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan’ sebagaimana diatur Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
“Pasal 16 Undang-Undang Wakaf juga menjelaskan yang dimaksud benda tidak bergerak (istilah dalam pengelolaan wakaf) di antaranya adalah tanaman dan benda lain berkaitan tanah,” kata Fuad.
Fuad menjelaskan, masyarakat dapat berkontribusi dalam hutan wakaf. Caranya menjadi wakif dalam program ini atau menjalin kerja sama dengan nazhir untuk mengelola hutan tersebut.
Kemenag, menurut Fuad, aktif mendukung pengembangan hutan wakaf. Mereka menggelar sejumlah diskusi dan pengkajian seputar regulasi bersama inisiator. “Ke depan, inovasi program seperti ini bisa terus disinergikan antara pemerintah, nazhir, wakif, dan stakeholder terkait,” katanya.
Fuad berharap program ini menjadi unggulan dari sisi inovasi pemberdayaan wakaf, bahkan menjadi brand di tingkat internasional. Ia percaya hutam wakaf bisa menjadi kekuatan perekonomian bangsa apabila didukung secara simultan dan sinergis oleh pemerintah dan masyarakat luas.
Saat ini terdapat tiga hutan wakaf diinisiasi masyarakat. Pertama, di Jantho, Provinsi Aceh. Hutan ini dibangun anak-anak muda pecinta alam pada 2012. Kedua, Hutan Wakaf Leuweung Sabilulungan yang dikembangkan Pemkab Bandung pada 2013. Terakhir, Hutan Wakaf Desa Cibunian, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, yang dikembangkan Yayasan Yassiru pada 2018.
Partisipasi Masyarakat
Dosen Institut Pertanian Bogor Khalifah Muhamad Ali mengatakan, keunggulan hutan wakaf terletak pada sifatnya yang permanen. Keberadaannya dilindungi hukum agama dan negara.
“Hutan wakaf tidak hanya dilindungi oleh hukum agama, tapi juga hukum negara, sehingga masyarakat tidak perlu ragu berpartipasi dalam program ini,” ujarnya.
Menurut Khalifah, partisipasi masyarakat menjadi kunci keberhasilan, karena hutan wakaf dibentuk, dikelola, dan dimanfaatkan masyarakat. Dia menjelaskan, setidaknya ada tiga peran penting masyarakat untuk program ini.
Masyarakat dapat mengembangkan hutan wakaf di tempatnya masing-masing. Dengan demikian, keberadaan hutan wakaf semakin masif. “Dalam hal ini, Komunitas Hutan Wakaf Bogor, yang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman terlebih dahulu, siap membantu memberikan arahan,” kata Khalifah yang juga pendiri Komunitas Hutan Wakaf Bogor.
Masyarakat bisa mendukung program hutan wakaf yang sudah berjalan jika belum mampu mengembangkan hutan wakaf sendiri. Donasi mereka diperlukan sehingga semakin banyak tanah dibebaskan untuk hutan wakaf. “Semakin luas hutan wakaf, semakin besar manfaat ekologi dan sosial ekonomi yang dihasilkan untuk kesejahteraan umum,” ujar Khalifah.
Masyarakat juga dapat ikut menyebarluaskan gagasan hutan wakaf ke dalam lingkungan sosialnya. Pesan penting di balik program hutan wakaf adalah bahwa Islam, sebagai agama rahmat bagi alam semesta, telah memiliki instrumen konkret menjawab berbagai persoalan kehutanan dan lingkungan.
Tinggalkan Balasan