Di bawah kolong langit serambi mekah, tidak semua warganya
ta’at spiritualitas. Ada barisan panjang manusia berwatak feodal terjerumus dan
menjerumuskan manusia lain ke arah kegelapan – jahiliyah modern. Mengejar
kepuasan materi, mempertontonkan kerakusan dan kesewenang-wenangan.
Proyek-royek yang dirancang untuk menyelesaikan sejumlah
masalah, ternyata gagal dan tidak mampu menyelesaikan berbagai problem
kehidupan masyarakat; kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan. Maka orang
berduyun-duyun mencari sumber-sumber material bernilai tinggi, seperti
menambang emas di sungai-sungai dengan cara-cara yang tidak ramah.
Tanpa sadar, perlahan-lahan tertanam sikap oportunisme; “Raihlah
kekayaan dengan cara apa pun. Sebab bila miskin, engkau akan diperlakukan tidak
adil. Maka hidupkan mesin-mesin, kuras apa yang bisa dikuras, sekarang. Jangan
pedulikan generasi nanti”.
Di sini, jalan pintas pertumbuhan ekonomi adalah suatu
proses yang kejam dan keji.
Sementara di kolong gelap birokrasi, laporan-laporan
keberhasilan pembangunan lewat permainan angka-angka statistik sama sekali
tidak mencerminkan realitas kehidupan yang sesungguhnya. Ini adalah dosa yang
tidak mudah untuk dimaafkan.
Pemerintahan baru yang tengah berkuasa di Nanggroe,
kelihatannya gagal memberi solusi sosial dan politik. Sedikit sekali keadilan.
Dan bagi Tuan-tuan yang membaca komunike ini, renungkanlah
semua fakta ini dengan akal sehat bahwa tatanan sosial dan ekonomi yang ada
selama ini ternyata jauh dari nilai-nilai. Ketidakadilan harus dibongkar, meski
sudah terlambat – diganti dengan visi yang jauh ke depan. Sebab suatu tragedi
kengerian di masa depan akan muncul di Nanggroe bila tidak dikendalikan dari
sekarang.
Marilah kita membongkar pemikiran salah terhadap keputusan-keputusan
yang seolah-olah telah diambil melalui konsultasi pada masyarakat luas lewat
skema “partisipasi” dalam kerjasama dan capacity building. Partisipasi semacam
itu sesungguhnya hanya sebuah mobilisasi, yang artinya negara hanya
mengkompromikan standar gandanya melalui kemitraan semu dengan sebagian rakyat.
Padahal tidak lebih hanya sebagai penundukan yang halus dengan syarat-syarat
yang telah disusun dan harus dipatuhi.
Mari bertindak lebih bijak dan masuk akal, bukan sekedar
partisipasi, bukan mobilisasi. Kerjasama itu harus dilandaskan pada inisiatif
rakyat, kemandirian dan kebebasan dalam membuat keputusan mengenai program yang
disusun sendiri oleh rakyat. Mereka perlu diberi kesempatan, ruang dan dukungan
untuk mengorganisasi diri. Tujuannya bukan hanya meningkatkan standar hidup
melainkan memenuhi kebutuhan dasar manusia. Nilai-nilai harus diselamatkan.
Mengundang investor asing bukanlah tindakan bijak, melainkan
suatu privatisasi bagi para penjarah yang berpura-pura baik. Jangan lagi menambah
jeritan rakyat kecil dikemudian hari. Tetapi bangunlah sumber-sumber agraria
berbasis komunitas dan sosial. Bangunlah jiwanya. Sebuah konsep tanggungjawab
yang tidak boleh diserahkan mentah-mentah kepada mekanisme pasar.