Alkisah di sebuah
negeri, saya bermaksud menawarkan setumpuk proposal dari segudang himpunan
kebijakan dan analisis jitu dari masalah-masalah yang saya temui kepada Tuan
Paduka. Menceritakan kembali siapakah Tuan Paduka itu akan sangat tidak enak,
sebab Tuan Paduka di negeri itu telah memutuskan boleh menumpahkan darah rakyat
demi menyelamatkan nyawanya.
Ketika satu
proposal telah diterima, saya menawarkan satu tumpukan proposal lagi, begitu
seterusnya. Saya merasa bahagia telah menemukan pemecahan masalah yang
menakjubkan. Saya diundang kemana-mana, menjadi bahan pembicaraan di dalam istana,
disiarkan di televisi dan dimuat di koran-koran.
Suatu hari di
pertengahan jalan, saya berjumpa dengan seorang petani yang kelihatannya
miskin. Ia kurus dan hanya bersandal jepit. Ketika duduk beristirahat bersama,
saya menemukan bahwa petani yang miskin itu ternyata sangat bijak, mengetahui
banyak hal dengan gagasan dan ide-ide yang besar. Sekali lagi, saya tidak dapat
menyembunyikan kekaguman terhadap kecerdasannya.
Si petani
menanyakan apa yang saya bawa dalam sebuah tas besar. Saya jawab, “setumpuk proposal dan himpunan
kebijakan palsu”. Si petani bijak itu tertawa. Ia mengejek saya yang menghabiskan
usia hanya untuk menganalisa masalah-masalah besar tetapi tidak satu pun
benar-benar memberikan penyelesaian. Dia menuduh saya berbicara besar dan hanya
bertindak sia-sia, “kamu sama tololnya dengan Tuan Paduka yang mempercayai
himpunan kebijakan palsu yang kamu tawarkan”.
Saya ingin
pergi saja dan menjauh. Tetapi Si petani bijak menambahkan nasehatnya, “sebuah
kebijakan yang engkau lahirkan dari kepala insani tidak lebih dari sebuah
khayalan palsu. Hanya menambah derita. Sebab kebijakan seperti itu tidak
mendapat berkah yang mengalir dari cahaya kemuliaan Ilahi. Kamu suka
menyembunyikan hati dalam kecerdikan dan siasat permainan bahasa. Jauh dari
pengetahuan tentang Dia Yang Maha Bijaksana. Pengetahuan kamu tentang dunia
hanya memberikan dugaan-dugaan dan keraguan. Maka berjuanglah untuk melepaskan
kebijakan palsu dari kepalamu jika ingin bencana dan derita benar-benar
menghilang dari hidupmu.”
“Dan bagi Tuan
Paduka itu, Ia harus disembuhkan jiwanya dengan sentuhan suara anak muda yang
bersih. Bukan dengan segudang himpunan kebijakan palsu. Dengarkanlah suara anak
muda yang berjuang demi masa depan bumi yang ramah, bukan mencari keselamatan
dengan menghancurkannya.”
Petani bijak
itu adalah sosok imajiner dalam cerita ini. Saya tersinggung dan malu dengan
sosok petani dalam karangan saya sendiri.
0 comments:
Post a Comment