“Vampir selalu bangkit lagi setelah ditikam sampai mati”. Slavoj Zizek mengingatkan bahwa Marx
menyamakan kekuasaan modal dengan vampir, dalam konteks kekinian Aceh salah
satu persamaannya yang mencolok adalah si manis “Ladia Galaska”. Jaring kapitalisme
yang membelah kedamaian rimba raya.
Adalah Pemerintah Aceh yang berencana membangun kembali 11 ruas jalan tembus
lintas tengah di provinsi ini dengan anggaran senilai Rp 1,1 triliun, untuk
total jalur sepanjang 316,8 kilometer, setelah bertahun-tahun ditentang para
pegiat lingkungan hidup. Ruas-ruas yang akan menjadi “supermarket logging dan material bernilai
tinggi lainnya”.
Nihilisme itu merayap dengan tenang dan membungkus kalimat yang disebut
”kebaikan bersama” lengkap dengan khayalan kemakmuran. Akal sehat nampaknya
sudah hilang, atau dianggap sia-sia, bahkan kuno. Suara untuk memperingatkan
bahaya keserakahan akan segera dikalahkan mesin. Maka diantara para pecinta
lingkungan hidup ada yang berkesimpulan terhadap aktor yang menghidupkan
kembali vampir Ladia Galaska itu, “kita telah memberi sayap kepada kucing
kurap. Akibatnya, ia memakan semua burung pipit hingga telurnya”.
Parodi lama pemerintahan ini kembali bergairah dan taringnya menancap ke
lembah dan sungai-sungai, di rimbunnya rimba. Melecehkan alam, dan karenanya ancaman
bencana menjadi sesuatu yang sedap dipandang, tanpa menyentuh hati. Kesengsaraan
generasi dimasa depan seakan tak layak untuk direnung-renungkan. Dan bagi satwa
di belantara itu, mereka akan segera menjadi santapan bedil para pemburu, lari
dan membalas.
0 comments:
Post a Comment