Ladang
minyak, emas dan perburuan, menghancurkan kedamaian sebuah desa kecil di tengah
rimba raya Ekuador. Seorang kakek tua dengan novel-novel cinta picisan di
tangan yang didapatnya dari rumah bordil hilir sungai, pasrah ketika dirangsek
peradapan yang menembus hutan mereka.
Seisi desa terancam oleh macan kumbang yang membalas. Cerita memukau tentang belantara Amazon dari seorang penulis muda Cile yang diasingkan oleh rezim militer Pinochet. Telah diterjemahkan ke dalam 15 bahasa dan diangkat ke film layar lebar oleh sutradara Australia Rolf de Heer.
Seisi desa terancam oleh macan kumbang yang membalas. Cerita memukau tentang belantara Amazon dari seorang penulis muda Cile yang diasingkan oleh rezim militer Pinochet. Telah diterjemahkan ke dalam 15 bahasa dan diangkat ke film layar lebar oleh sutradara Australia Rolf de Heer.
Selanjutnya, apa yang kita ingat dari kisah tragis
era pembangunan di Brazil pada tahun 1983? Hutan-hutan dibuka demi alasan
kemajuan. Hutan Amazon ringkih, akibat kegiatan pembukaan lahan oleh pemerintah
Brazil. Perusahaan ternak Company Bordon mengambil keuntungan dari kegiatan itu,
setelah membangun kedekatan dengan pemerintah daerah setempat.
Setelah menebangi pohon-pohon besar, sisanya
dibakar dan mereka menanaminya dengan rumput untuk peternakan milik Company
Bordon yang dijaga oleh gerombolan koboi pimpinan Darli Alves, dia adalah
bandit yang telah sepuluh tahun menjadi peternak dan rela melakukan apa saja,
termasuk menembak mati siapa saja yang dianggapnya mengganggu.
Apakah
kita tersentuh oleh makna dan nilainya? Mengapa masa silam yang tragis itu kita
tiru, dan kalau bisa selengkap-lengkapnya. Sekarang subjek dan objeknya disini,
di tanah ini. Begitu dekat, di Rawa Tripa dengan perilaku dan peristiwa yang
serupa tapi tak sama. Inilah kebakhilan yang agresif yang mudah mendapatkan
legitimasi.
Kejadiannya
ringkas, parit-parit raksasa telah menerbangkan mimpi seketika. Tak ada lagi
dahan-dahan pohon besar yang saling berpelukan. Harimau, Orangutan dan bangau
pergi dan membalas. Di Rawa Tripa tak ada Bordon, juga tak ada Alves yang
beringas. Tetapi sejumlah demonstran yang menentang pembukaan hutan rawa
oleh PT. Kalista Alam, teramcam hidupnya.
Banyak keluhan yang tak dihiraukan ketika perusahaan perkebunan itu
membakar hutan. Maka bagaimana mereka bisa
menjelaskan saat hutan-hutan primer yang menyimpan karbon alami dalam jumlah
yang sangat besar itu, begitu mudah dihancurkan?
Kekejaman itu belum tentu keji menurut ukuran mereka. Tetapi rakyat
disekitar rawa itu, bagaimanakah perasaannya? dan satwa-satwa yang dikorbankan
itu bagaimanakah nasibnya? Mereka menjadi korban dari sebuah masa, oleh sebuah
rezim, di sebuah tempat.
Karenanya, maka tak perlu lagi kita mengutuk kekejian Nazi di dalam
kamp konsentrasi Auschwitz dan Dachau, atau yang dilakukan sejumlah Maois
fanatik semasa Revolusi Kebudayaan di Cina, atau dalam kepulauan Gulag yang
dibangun Stalin, dan seterusnya…, dan seterusnya, sebab separuh jiwa kita telah
kehilangan kepekaan terhadap tragedi.
Artikel yang menggugah..
ReplyDeleteSalam kenal
Bram Tsazoka