Memasuki tahun 2013, izinkan saya menulis refleksi ini. Hari itu, di
pertengahan tahun 2012 yang mendung tapi panas, ‘El’ seperti biasanya berjalan menyusuri home range yang sejak ratusan tahun yang lalu telah dirintis oleh
buyut moyangnya. 'El' berusia 18 tahun
dan sedang menyusui.
Peradaban Tuli
14:00
No comments
Hampir pada setiap
sore hari di tahun 1980. Saya dan teman-teman kecil bermain berjalan mendaki
bukit dari pintu belakang rumah. Di daerah yang jauh dari hiruk mesin, tempat ibu
saya ditugaskan pertama kali untuk mengajar anak-anak di sebuah Sekolah Dasar berdinding
kayu, berjendela kawat. Satu jam perjalanan dari
Rakyat Kalah dan Tragis
14:41
No comments
Setelah isi bumi dikeruk
sejadi-jadinya, ladang minyak itu belum mampu juga memberikan kesejahteraan
bagi manusia pribumi. Exxon Mobil, perusahaan milik Amerika Serikat di Aceh sejak
1975. Dulu Mobil Oil Indonesia Inc. Pribumi dikalahkan.
Kolam-kolam penuh bangkai ikan. Bau busuk menyengat.
Belajar Pada Alam
21:03
2 comments
Aini. Perempuan paruh baya.
Ia menjadi saksi bahwa bahasa tumbuhan dan satwa adalah zikir. Sekian tahun
setelah ia dianggap sakit jiwa oleh masyarakat sekitarnya karena berbicara
dengan pohon dan satwa, kini menjadi manusia yang luar biasa. Kegilaannya dalam
mengamalkan dan mencari kenyataan Asma’ ul
HPH, Ku Angkat Engkau Sebagai Pahlawan
14:23
1 comment
Di masa lalu, para pemegang HPH telah melakukan segala yang
diinginkannya, sebelum mereka diusir dan dicaci maki. Satu-satu, meninggalkan
keganjilan. Kala itu seseorang yang baru ditepung tawari menjadi tokoh penting
dalam menghentikan sementara izin Hak Pengusahaan Hutan. Sebuah instruksi
Ketambe
16:44
No comments
Tebing-tebing sungai yang tergerus.
Barisan pohon yang tak lagi berpelukan. Batu sungai alas yang mungkin berumur
ribuan tahun, kini seakan duduk melamun. Mungkin karena terinjak mesin hedonisme,
mungkin tentang pesonanya yang tidak lagi mengagumkan. Rimba yang sudah kehilangan
misteri.
Kayu Tak Bertuan
11:09
1 comment
Dalam
dongeng, butuh waktu lama bagi sang tokoh untuk menjadi pemenang. Tetapi di
dunia nyata, juragan kayu illegal tidak perlu bersusah-susah dahulu untuk
menang dalam cerita misteri yang mereka ciptakan. Di negeri ini, misteri “kayu
tak bertuan” adalah sesuatu yang ajaib, lebih ajaib dari dongeng.
Vampir Ladia Galaska
17:36
No comments
“Vampir selalu bangkit lagi setelah ditikam sampai mati”. Slavoj Zizek mengingatkan bahwa Marx
menyamakan kekuasaan modal dengan vampir, dalam konteks kekinian Aceh salah
satu persamaannya yang mencolok adalah si manis “Ladia Galaska”. Jaring kapitalisme
yang membelah kedamaian rimba raya.
Bersedekah Pohon Di Bulan Ramadhan
14:51
No comments
Salah satu pintu yang dibukakan Allah
untuk meraih keberuntungan di bulan Ramadhan adalah melalui sedekah.
Islam menganjurkan umatnya untuk banyak bersedekah, terlebih-lebih dalam bulan Ramadhan.
Kedermawanan adalah salah satu sifat
Allah SWT. Dan demikianlah sepatutnya akhlak seorang
mukmin.
“Sesungguhnya Allah SWT itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” (HR. Al Baihaqi, di shahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’, 1744).
“Sesungguhnya Allah SWT itu Maha Memberi, Ia mencintai kedermawanan serta akhlak yang mulia, Ia membenci akhlak yang buruk.” (HR. Al Baihaqi, di shahihkan Al Albani dalam Shahihul Jami’, 1744).
Ada cara yang lebih inspiratif dalam
bersedekah. Sedekah tidak melulu dengan uang atau makanan. Bagi yang hobby tanaman, kita bisa bersedekah dengan membagi-bagikan pohon kepada orang lain. Cara
ini efektif berperan dalam menyumbang pengurangan dampak pemanasan global dan
mendorong lebih banyak orang untuk menanam pohon di lingkungan mereka.
Beragam kelompok sasaran berpotensi dalam
program sedekah pohon ini, seperti kelompok hobby, santri/pelajar, guru di pesantren
dan sekolah-sekolah, mahasiswa, dosen di universitas-universitas dan eksekutif professional.
Bersedekah satu pohon saja di bulan Ramadhan,
itu sama pahalanya dengan bersedekah 700 pohon di luar bulan Ramadhan, sebab orang
yang bersedekah di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan pahalanya 10 sampai 700
kali lipat.
Sesungguhnya
Allah mencatat setiap amal kebaikan dan amal keburukan.” Kemudian Rasulullah
menjelaskan: “Orang yang meniatkan sebuah kebaikan, namun tidak mengamalkannya,
Allah mencatat baginya satu pahala kebaikan sempurna. Orang yang
meniatkan sebuah kebaikan, lalu mengamalkannya, Allah mencatat pahala baginya
10 sampai 700 kali lipat banyaknya.”
(HR. Muslim).
Pesan Moral Fajri
06:59
No comments
Simpang Kisaran Meulaboh terbelalak oleh Fajri, ia
menggelar aksi sendirian, membela sekian ratus orang yang terancam mata
pencarian akibat sengketa lahan dengan perusahaan. Ia berontak dan tidak
membisu. Dengan berpakaian hitam, Fajri tidur di jalan dan berorasi.
Ada Yang Hilang Di Nanggroe
10:59
No comments
Hari-hari di Nanggroe tampaknya masih dirasuki teka-teki. Berbicara jernih
dan jujur masih dibayangi perasaan antara takut dan tidak. Tetapi tidak selalu
mudah untuk selalu bersikap diam, sebab pada setiap masa akan ada kata-kata yang
diberi harga atau diacuhkan. Setidaknya kita masih dapat berbicara dengan diri
sendiri.
Sawit, Mitos Kesejahteraan
11:44
No comments
Di kebun sawit itu, Andira berjudi dengan masa depan. Sejumlah petani sawit
di Kabupaten Nagan Raya bernasib sama. sejak dua pekan terakhir mereka mengeluh
dengan merosotnya harga jual tandan buah segar (TBS) sawit milik mereka yang
dibeli Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di daerah itu.
Nek Ti
22:00
No comments
Di pinggir empang itu, dalam sebuah
perjalanan saya menemukan Nek Ti. Siang itu panas, matahari tegak lurus. Awan
putih tak bergerak, cahaya menembus atap rumah yang terbelah karena lapuk. Ia
sebatang kara. Rumah gubuk yang ditempatinya didirikan di
atas tanah warga Gampong yang berbaik hati, berlantai batu bata retak, dari
sisa-sisa.
Nek Ti, perempuan tua dengan raut
wajah menyimpan duka, berkulit sawo, memakai kaos dan sarung batik yang lusuh. Kesehariannya
ia menjahit beberapa helai atap rumbia, merapikan letak batu bata di dapur
pembuatan batu bata milik tetangganya. Dari pekerjaannya itu ia dapat makan.
Siang itu, saya lihat matanya berkaca dan duduk termangu memandang
tamu yang tak biasanya. Ia mempersilahkan saya duduk di beranda. Entah kenapa
ia bercerita tentang dua anak lelakinya yang ditembak mati sekaligus oleh serdadu
di era DOM Aceh. Sebagai tamu, kepada perempuan tua ini saya
mencoba untuk mendengar dengan hikmat.
Di gubuk ini ada yang tak bisa
dijelaskan dengan kata. Keadilan tak pernah singgah disini, penderitaan tak
sanggup dijelaskan saat bibir si renta bergetar ketika ia memanggil-manggil roh
anak-anaknya. Sampai detik ini, ia meyakini anaknya bukan anggota GAM seperti
yang dituduhkan. Suasana kembali hening.
Bagi Nek Ti, sejarah adalah jejak
yang seram. Negeri ini kosong keadilan, terkecoh oleh damai yang di-stigma-kan.
Sebuah konflik yang sudah dianggap berakhir oleh orang-orang di atas sana.
Tetapi di sini masih berlangsung trauma dan hantu-hantu kebegisan serdadu masa
silam.
Trauma Nek Ti adalah produk yang
dibangun dari kesepakatan damai yang tidak utuh di antara dua pihak yang
berperang, ada yang belum selesai. Dalam lingkaran itu, Nek Ti terkurung dan
tidak menemukan kemenangan, apalagi kebenaran dan keadilan. Hantu-hantu serdadu
akan selalu terasa hadir saat ia teringat peristiwa tragis dua anaknya.
Bagi yg pernah bertikai, kesia-siaan
belum pernah diakui. Otonomi yang diagung-agungkan itu ternyata bukan atas
tanah, melainkan atas partai. Nek Ti tertipu dan tragis, sebab tanpa
persetujuannya pun Nanggroe telah digadaikan kepada berhala yang pernah dia
benci.
Dan dalam setiap pemilu lokal,
kekuasaan partai itu hampir menyerupai agama yang tidak boleh tidak diikuti.
Kekerasan, pemujaaan dan fanatisme belum bisa ditamatkan. Di sini, perang
diganti oleh kebengisan lain. Di rumah gubuk reot ini, seorang renta memanjatkan doa-doa sederhana.
Oto-Kritik Rimbawan Indonesia
13:07
No comments
Rimbawan seperti yang dikemukakan Suhendang (2002) di dalam Deklarasi
Cangkuang 4 November 1999, adalah seseorang yang memiliki pendidikan kehutanan
atau pengalaman dibidang kehutanan dan terikat oleh norma-norma. Beberapa norma
yang disebutkan antara lain;
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menempatkan hutan alam sebagai upaya dari mewujudkan martabat dan integritas bangsa ditengah bangsa-bangsa lain sepanjang zaman, menghargai dan melindungi nilai-nilai kemajemukan sumber daya hutan dan sosial budaya setempat, bersikap objektif dalam melaksanakan segala aspek kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti, menguasai, meningkatkan, mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyarakatan yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan. Dan seterusnya, sampai 10 point yang disebut-sebut sebagai kode etik rimbawan Indonesia. (Baca: Kode Etik Rimbawan Indonesia). Tidak hanya itu, Rimbawan di lapangan juga diikat oleh 9 etika. (Baca: Etika Rimbawan Di Lapangan).
Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, menempatkan hutan alam sebagai upaya dari mewujudkan martabat dan integritas bangsa ditengah bangsa-bangsa lain sepanjang zaman, menghargai dan melindungi nilai-nilai kemajemukan sumber daya hutan dan sosial budaya setempat, bersikap objektif dalam melaksanakan segala aspek kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti, menguasai, meningkatkan, mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyarakatan yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan. Dan seterusnya, sampai 10 point yang disebut-sebut sebagai kode etik rimbawan Indonesia. (Baca: Kode Etik Rimbawan Indonesia). Tidak hanya itu, Rimbawan di lapangan juga diikat oleh 9 etika. (Baca: Etika Rimbawan Di Lapangan).
“Rimbawan” sebagaimana yang dibebankan dalam kode etik dan
etika itu mungkin hanya pantas disebut ilusi, sebab tidak mudah menempatkan
diri sebagai sesuatu yang utuh, ia hanya didesakkan oleh bahasa dan kamus eksklusif,
dikondisikan oleh tata simbolik struktur sosial saja.
Berharap terlalu jauh pada sosok ideal Rimbawan mungkin perlu
juga dikoreksi, agar Sang Rimbawan tidak merasa menjadi “Aku” dalam konteks bangunan
keberhalaan yang dia bangun sendiri, baik berupa sistem maupun tradisi, sebab
semua yang melekat pada diri Rimbawan itu masih merupakan persoalan. Dan dalam
Kode Etik dan Etika itu, sesungguhnya mengandung kesangsian apakah Sang Rimbawan
dapat menghasilkan karya yang mengagumkan.
Saya ingin memberikan sedikit oto-kritik terhadap posisi
Rimbawan Indonesia. Apa yang dicirikan sebagai Rimbawan Sejati yang mempunyai
kompetensi, integritas dan independensi sesungguhnya belum tertanam dengan
baik, masih dangkal, apalagi berbicara tentang kemandirian – masih jauh dari
harapan.
Beberapa alasan yang dapat saya kemukakan dalam argumentasi
ini diantaranya, seperti perusakan hutan yang diakibatkan oleh Rimbawan itu
sendiri (saya tidak ingin menyebutnya oknum). Banyak kasus kerusakan hutan
justru dipicu oleh kebijakan-kebijakan kehutanan yang keliru. Ini proyeksi dari
posisi pengambil kebijakan yang tidak lain adalah Sang Rimbawan yang tidak
bermoral Rimbawan, jauh dari kode etik, apalagi etika. Ini saya sebut sebagai
degradasi moral dan mental Rimbawan.
Selanjutnya adalah soal pola pikir yang eksploitatif ketika
berbicara tentang hutan. Pola pikir eksploitatif masih mengakar kuat dalam benak Rimbawan Indonesia.
Yang terpikir adalah bagaimana memanfaatkan hutan untuk menghasilkan keuntungan
sebesar-besarnya secara ekonomi.
Lalu berikutnya adalah soal keahlian Rimbawan pada tataran dia
sebagai pengambil kebijakan. Sejauhmana Rimbawan itu telah memiliki keahlian
dalam menganalisa persoalan hutan dan kehutanan? Menjadi beban yang perlu
dipertanggungjawabkan.
Tiga hal di atas perlu segera dikoreksi, jika kita
benar-benar ingin mengakui diri sebagai Rimbawan. Jika tidak, maka berapa pun banyaknya
Rimbawan yang dilahirkan tidak akan memberi konstribusi apa-apa bagi perbaikan
kehutanan, melainkan justru menambah beban bagi hutan itu sendiri. Perlu diingat
bahwa di depan mata semakin jelas kecendrungan permasalahan Kehutanan yang
harus dihadapi. Persoalan kerusakan hutan terkait jaringan lokal, regional dan
global, penegakan hukum yang belum juga efektif, dan ada masyarakat sekitar hutan yang
selalu menjadi korban kambing hitam.
REDD, Runtuhnya Kepercayaan
14:23
No comments
Sikap yang tak
pernah disetujui oleh ideologi kapitalisme adalah sikap hormat terhadap
norma-norma moral. Tidak berhenti disitu, kapitalisme juga mampu mempengaruhi
banyak orang untuk mengabaikan semangat bermasyarakat, sambil mengumbar birahi
kepentingan atas diri sendiri.
Sang Menteri di Rawa Itu
11:47
No comments
Saya dengar ada Menteri
yang marah-marah. Sesuatu yang tampak sangar, namun sangsi dan nyaris percuma. “Mana
izin Amdalnya untuk bikin kanal-kanal ini,” teriak Menteri. Seseorang menyahut
dengan sumbringah, “Izin-izinnya sedang dalam proses Pak”.
Tak Ada Bordon Atau Alves
15:39
1 comment
Ladang
minyak, emas dan perburuan, menghancurkan kedamaian sebuah desa kecil di tengah
rimba raya Ekuador. Seorang kakek tua dengan novel-novel cinta picisan di
tangan yang didapatnya dari rumah bordil hilir sungai, pasrah ketika dirangsek
peradapan yang menembus hutan mereka.
Di Bawah Demokrasi Yang Tragis
10:50
No comments
Saya awali
catatan ini dari obrolan warung kopi. Saya menyebut diskusi kami sebenarnya
proletariat, progresif mewakili kelas sosial yang ganjil, meski belum pantas
menjadi kekuatan dalam sebuah gerakan revolusioner. Tetapi membebaskan negeri
ini dari keadaan setengah feodal dan setengah kolonial
Sampah Visual dan Vandalisme Politik
12:05
No comments
Bukan lagi barang baru ketika kampanye politik berbentuk
baliho memenuhi ruang publik. Monotisme pesan verbal-visual ditampilkan paritas
oleh semua iklan politik lewat senyum narsis, gambar dirinya yang gagah, kental
akan kesukuan, adat dan budaya atau nasionalisme sejati. Pada intinya, yang
ingin disampaikan adalah
Mitos Dibalik Kenaikan Harga BBM
09:52
1 comment
Sempurna sudah liberalisasi migas oleh asing. Kebijakan pemerintah
menaikkan harga BBM adalah bagian dari paket liberalisaasi migas sektor hilir -
setelah sebelumnya, liberalisasi itu sukses disektor hulu migas sejak masuknnya
investor asing dalam mengeksplorasi migas di Indonesia. UU migas No.22 tahun
2001 adalah bukti keberhasilan kerja keras IMF, USAID, Bank Dunia, ADB dan
kolaborasi kompradornya masa itu.
Baca saja Memorandum of Economic and Finansial Policies. Melalui Letter
of Intent (LoI), Januari 2000, IMF memaksa Pemerintah Indonesia untuk
liberalisasi migas. Di dalam LoI itu disebutkah: “pada sektor migas, Pemerintah
berkomitmen mengganti UU yang ada dengan kerangka yang lebih modern, melakukan
restrukturisasi dan reformasi di tubuh Pertamina, menjamin bahwa kebijakan fiskal
dan berbagai regulasi untuk eksplorasi dan produksi tetap kompetitif secara
internasional, membiarkan harga domestik mencerminkan harga internasional.”
Kini, Pemerintah Indonesia menyempunakan liberalisasi itu dan menaikkan
harga BBM dengan seribu satu alasan. Alasan-alasan dibalik naiknya harga BBM
itu sebenarnya hanyalah mitos yang tidak bisa dihitung dengan akal sehat
manapun. Disebutkan bahwa APBN akan jebol karena harga minyak dunia naik.
Padahal jika harga naik, pemasukan migas juga naik 37,94 triliun. Dengan asumsi
ICP, USD 105 per barel dan kurs 9000, total pemasukan migas (RAPBN-P 2012)
mencapai Rp 263,66 triliun.
Disebutkan juga alasan agar masyarakat tidak boros BBM. Ini adalah mitos,
sebab menurut data konsumsi BBM Indonesia ternyata masih di bawah negara
Afrika. Mitos lainnya disebutkan subsidi BBM dinikmati orang kaya, padahal
faktanya 65 persen BBM subsidi dinikmati kalangan menengah bawah dan miskin.
(Data Susenas, 2010).
Ada lagi mitos bahwa pengurangan subsidi BBM untuk menghemat APBN dan
untuk kesehatan fiskal, padahal faktanya masih banyak alternative penghematan
lain seperti pengurangan anggaran kunjungan yang mencapai 21 triliun, dan masih
banyak lagi pos budget yang secara substasial tidak penting.
Sementara diwaktu yang sama, Pemerintah Indonesia sangat royal
mensubsidi asing dengan menjual gas super murah ke negara China. Pemerintah
Indonesia juga sangat ketagihan dan lunak terhadap royalti murah dari korporasi
asing seperti Newmont, PT Freeport, Exxon dan lain-lain yang setiap detik
begitu leluasa mengisap sumber daya alam milik rakyat Indonesia.
Tetarium
13:44
No comments
Saya rasa semua orang di Gampong tahu tentang tabiat
orang-orang kota yang hidup boros. Mereka membaca koran dan menonton televisi bagaimana
cara pejabat-pejabat itu memanipulasi anggaran. Hidup memang sudah kadung
gawat. Meski tinggal di Gampong, sisa lahan sudah tidak mencukupi untuk digarap. Mereka juga tidak punya pekerjaan tetap meski sebenarnya setiap hari mereka
bekerja. Kadang jadi buruh bangunan, kadang jadi buruh galian pasir di sungai,
kadang melansir kayu di hutan. Semua pekerjaan dilakoni sesuai situasi dan
permintaan.
Di Gampong mereka mendapat jatah raskin yang mutu berasnya ala
kadar. Ada juga surat miskin untuk berobat gratis di Rumah Sakit walau seringkali
harus menebus obat paten yang harganya selangit di luar Rumah Sakit.
Kondisi sosial memang kontras ketika berhadapan dengan
realitas; bahwa pejabat harus ada sopirnya, harus ada ajudannya, harus tahu
kapan perlu tersenyum dan bagaimana cara berjalan. Sementara ada elemen rakyat yang
berada dalam kesendirian dan terus sendiri meraba-raba nasib, identitas dan
eksistensinya.
Bagaimana menusia-manusia palsu itu sampai hati mengeluh
soal ruang rapatnya yang harus direnovasi? Berbasa-basi dalam sikap feodal,
berpidato memakai teks lengkap dengan staf khusus pembuat pidato, hobi memakai
mobil mewah dan hobi malas menghadiri sidang untuk rakyat?
Banyak lagi yang perlu kita tanyakan. Tetapi malas untuk
kita tanyakan disini. Kita punya kecendrungan untuk melihat situasi ini sebagai
sesuatu yang memang hadir dan dihadirkan, bukan sebagai ide. Tetapi sebagai gambar
hidup, strategi dan tetarium politik belaka. Lalu dalam sekejap kita
mengabaikan keringat lelaki-lelaki perkasa dan perempuan paruh baya yang
mencangkul di sawah, memanen padi dan memetik sayur.
Reformasi, Tuan Tanah dan Jakal
10:46
No comments
Ada rasa bosan ketika berdiskusi tentang apa yang terjadi di
negeri ini. Apalagi tentang wacana yang meski genting tetapi tak tuntas-tuntas.
Semua orang hanya mencoba menerangkan dalam bahasa dan sistem, mencoba
mengartikulasi dan menggunakannya sebagai proses politik.
Sebut saja persoalan reformasi yang bayangan kehadirannya
terlihat sebentar, lalu hilang lagi. “Hantu baik” itu menyadarkan kita bahwa
negeri ini sebenarnya belum bersungguh-sungguh. Itu sebabnya kita selalu perlu
risau melihat kenyataan bahwa diri kita terperangkap dalam gaya hidup dinasti
korup, mewah dan boros.
Kita berada diantara orang-orang yang dengan yakin dan
sangat pongah, memandang diri sebagai permata dari suara jelata. Kita juga
pandai membuat undang-undang demi kepentingan “umum”. Padahal kita tak lebih
adalah bagian dari persoalan-persoalan itu.
Kebanyakan kita bahkan tidak menyadari sedang berada dalam
sebuah cerita lucu reformasi. Demokrasi disini belum mendatangkan keadilan.
Banyak hal negatif dan traumatis yang belum dijawab oleh regulasi. Reformasi
sedang sekarat. Dia pernah hadir disini sebentar saja, lalu lenyap dan terus
lenyap. Atau mungkin juga kepergiannya tak pernah kita rasakan, sebab kita
tidak mengganggapnya istimewa.
Reformasi yang dilakonkan hanya lintasan sejarah yang tak
mampu mengalahkan tuan tanah. Negeri ini dikuasai orang-orang yang mahir
berbisnis dan tak terikat dengan tangisan siapapun. Mereka menguasai tanah lengkap
dengan sistem administrasinya. Pejabatnya menjadi kaya raya setelah tanah hutan
dan rawa-rawa disewakan kepada para jakal.
Hari Air
22:29
No comments
“Dan Kami turunkan air dari langit
dengan
suatu ukuran;
lalu Kami jadikan air itu menetap di bumi,
dan Kami pasti
berkuasa menghilangkannya”
(Alquran, 23:18).
Lupa
12:52
No comments
Ada segudang
jejak memilukan dan tangis dahsyat dibalik bongkahan kayu dan batu dari gunung
pasca banjir tempo hari. Ditengah tamasya orang-orang hebat di lokasi banjir
Tangse dan ditengah keriuhan pelancong yang sok bersimpati sambil berfoto,
mereka tidak tahu apa
Modernitas Tanpa Rumus
12:29
No comments
Hari-hari penuh kerumitan bagi rakyat yang sedang
meraba-raba merumuskan identitas dan kelas sosialnya jika dibandingkan dengan
kelompok sosial lain yang gampang membeo dan menyederhanakan soal-soal. Tetangga
saya yang wakil rakyat merasa kolot jika harus tinggal di lingkungan kaum
susah, lalu membentuk kelompok sosial baru dengan cara membangun tempat tinggal
baru sesama wakil rakyat.
Sejak saat itu, rakyat yang lebih kolot memecahkan
persoalannya sendiri, sebab mengadukan kerumitan hidup kepada wakil rakyat
biasanya sama buruk dengan kerumitan itu sendiri. Kesejahteraan begitu gampang
dijanjikan, namun sulit disajikan. Tetapi rakyat selalu saja berbaik hati,
sebab begitulah yang diajarkan.
Ada pendar kemewahan yang hanya bercahaya di sekeliling elit
politik dan kekuasaan saja, namun redup dan gelap dalam realitas masyarakat
yang sesunguhnya. Negeri ini adalah kepura-puraan yang diwakili oleh minoritas
cacat dan kotor.
Inilah aib di kota yang sedang kita tinggali. Dimana visual
telah menjadi menu harian yang sesungguhnya tidak bisa kita cicipi. Baliho
tentang si fulan yang jujur, atau tentang partai fulan yang merakyat adalah
sesuatu yang hanya bisa kita lihat, tanpa mengenyangkan hati dan pikiran.
Yang ditawarkan adalah modernitas yang tak terumuskan. Lalu
sebagian dari kita terjebak untuk beriman kepadanya. Mari kita hitung seberapa
terasingnya kita dengan orang-orang yang kita wakilkan ketika ritual lima
tahunan tiba. Bertahun-tahun kita hanya melihat kertas atau televisi tentang
mereka yang membeo akan babak baru, kebangkitan baru dan entah apa lagi yang
semuanya baru-baru.
Lewat modernitas yang telah diimankan, mereka telah merayakan
gambar dan membangun kota sebagai tempat tinggal tujuh keturunan. Tetapi mereka
juga memahat gunung, menebangi hutan dan menghabisi sungai tanpa ampun. Si
tolol takjub terngaga ketika hasil hutan telah menjadi benda yang dipajang di toko-toko.
Kapitalisme menjadi pemenang. Rakyat berada dalam pesona sihir yang menyesatkan,
diwakili etalase tanpa misteri. Sebuah kesementaraan, sebab materi akan terus
berganti atau diganti musim.
Kita Belum Beres
13:19
2 comments
Apa lagi yang perlu ditulis tetang banjir. Bukankah banjir
telah menjadi rutinitas hidup rakyat? Meski Orang-orang hebat diatas sana mempunyai
ragam persepsi tentang banjir. Ada banjir bandang, banjir kiriman, dan entah
apa lagi terma yang dipakai untuk menerjemahkannya.
Nasi Bungkus Itu
03:49
No comments
Berapa orang yang setuju jika aku katakan, “Yang kita
butuhkan di abad ini bukan sekedar pabrik, jalan, mall dan gedung-gedung sekolah
sinting. Tetapi pendidikan yang jujur dan ramah, serta moral yang tinggi.
Mengapa orang-orang hebat di atas sana selalu berpikir untuk membangun
tugu-tugu yang tidak bisa mengenyangkan rasa lapar si jelata.
Aku dengar dari teman. Koran-koran tidak lagi memuat seruan
untuk berbicara jujur, sebagian halamannya telah dipenuhi iklan obat kuat dan
kabar narsis pejabat kota. Aku agak panas mendengarnya. LSM dan akademisi juga
sama saja, berbicara konsepsi… konsepsi. Memangnya nasib bisa berubah dengan
konsepsi?
Apakah rakyat akan meletakkan seluruh masa depan di tangan
manusia-manusia seperti itu? Manusia-manusia narsis itu kerap berpandangan
borjuistis dan paling hebat sehingga mereka takut untuk jujur. Mengurangi
tingkat kemiskinan dan kebodohan menjadi slogan-slogan yang kosong dan
memuakkan.
Secara tidak sengaja aku melihat orang yang berpakaian
seperti mubaliq membungkuk menyalami pejabat di Meuligoe. Gejala apa lagi ini?
Sementara di halaman kantor Dewan Perwakilan Rakyat yang terhormat, para pendemo menghalalkan
minuman kemasan dan nasi bungkus yang datangnya entah dari mana. Sebagai
rakyat, aku mulai tidak terkesan oleh mahasiswa yang idealis dan jujur, namun
bisa ditawar dengan nasi bungkus.
Histeria Massa
14:20
No comments
“Tingkah laku kepada masyarakat sipil harus diatur dengan
meletakkan rasa hormat yang tinggi kepada semua aturan dan tradisi masyarakat
dengan tujuan untuk menunjukkan secara efektif, melalui perbuatan, akan
keunggulan moralitas pejuang gerilya dibanding tentara penguasa”. (Che
Guevara).
Saran dan Sinisme Pengelolaan Hutan
12:09
No comments
Ditengah kisruh rakyat dengan pemerintah dan perusahaan terkait lahan hutan dan perkebunan yang terus mencuat dewasa ini1, ada kebijakan yang perlu segera dilakukan. Pertama, Isu yang terkait dengan kolusi, korupsi dan nepotisme. Sebab bagimana pun juga korupsi atau suap telah menciptakan kondisi yang rumit, apalagi optimisme penyelesaian masalah-masalah korupsi terlihat semakin menurun. Penanganan kasus suap yang melibatkan sejumlah pemodal dengan pejabat pemerintah, terutama yang berhubungan dengan keberadaan hutan dan masyarakat di dalam dan sekitar hutan perlu segera dilakukan.
Kedua, Harus ada koordinasi yang benar-benar nyata dan transparan diantara departemen teknis dan antara perusahaan swasta dengan pemerintah dan seluruh stakeholder, termasuk masyarakat setempat.2
Ketiga, Pemerintah harus segera membuat mekanisme yang jelas untuk menyelesaikan pertikaian secara efektif diantara berbagai pihak dan menghargai hak tradisional masyarakat lokal. Birokrasi kehutanan juga perlu mengubah sikapnya menjadi lebih berkemauan menangani isu-isu yang sensitif ditengah masyarakat lokal.
Keempat, Diperlukan kekuasaan yang seimbang antara rakyat dengan pemerintah. Koneksi yang terlalu mesra antar pemodal dan pemerintah yang selama ini eksklusif dan tidak dapat ditawar harus diputus.
Harapan ada pada lembaga legeslatif dan yudikatif. Mereka harusnya bertanggung jawab terhadap masa depan negeri ini. Namun sinisme masih tertuju kepada mereka, sebab nampaknya upaya untuk mereformasi kedua lembaga itu telah gagal dan rakyat terjebak dalam jaring nihilisme pemerintahan yang payah.
|Afrizal Akmal, 2012|.
#
1. Hutan rawa gambut Tripa di Aceh, kasus Mesuji di Lampung, perampasan hutan adat di Riau, Bima, Kalimantan dan daerah lain yang ledakannya tinggal menunggu waktu.
2. Agar tidak terjadi pengelolaan yang berpotensi menyebabkan degradasi hutan.
Antroposentris
22:17
No comments
Sejarah mengajari kita bahwa ada bangsa-bangsa yang
mengalami kemasyuran, tetapi kemudian runtuh. Cina dan India di benua Asia,
Mesir di Afrika, Yunani dan Romawi di Eropa dan Inka, Aztec dan Maya di
Amerika, Sriwijaya, Majapahit dan Kerajaan Acheh di Indonesia. Pengkhianatan,
korupsi, serta ketamakan yang memadamkan jiwa pionir adalah faktor penting
runtuhnya kejayaan sebuah bangsa.
Good Local Governance?
15:23
No comments
Sudah menjadi barang lumrah, calon kepala daerah berkunjung
ke gampong-gampong, mendengar keluhan rakyat dan mengucapkan terima kasih atas
masukan mereka. Kegiatan-kegiatan seperti itu terus terjadi berulang-ulang
setiap jelang pemilihan kepala daerah. Tetapi setelah itu bagai angin lalu,
para pejabat yang terpilih kemudian berperilaku seolah-olah pertemuan semacam
itu tidak pernah terjadi.
Lingkar Konflik SDA
11:07
No comments
Ketika pejabat-pejabat itu diyakini
oleh semua orang dapat disuap dan ada keinginan dari pejabat itu sendiri untuk
mendapat tambahan masukan bagi gaji mereka, kemungkinan adanya proses yang
jujur yang berhubungan dengan tata guna lahan akan sulit tercapai.
Skeptis Kehutanan Aceh
11:21
2 comments
Kegiatan kehutanan era rezim terdahulu yang hanya
mengutamakan pemanenan kayu dan praktik-praktik silvikultur yang keliru telah
menimbulkan kerusakan parah bagi hutan di Indonesia, termasuk di Aceh.
Sentralisasi administrasi dan keuangan kehutanan telah menyebabkan rendahnya
intensif dan kemampuan pengelolaan hutan di tingkat lokal.
Akuntansi Lingkungan
18:24
No comments
Sebelum menerima akibat yang lebih buruk untuk dipikul, akan
lebih mudah dalam menjaga dan memelihara hutan sebelum habis. Desentralisasi
mungkin memberi peluang untuk meningkatkan peran kabupaten secara nyata,
mengurangi konflik atas lahan dan menghindari tata guna lahan yang tidak sesuai
dengan kondisi lahan. Tetapi tekad kepala daerah kabupaten untuk mengembangkan
perkebunan, terutama kelapa sawit sebagai penyumbang utama bagi pendapatan
daerah sudah pasti akan mengkonversi lahan hutan.
Lestarikan Hutan, Perlu Kesadaran
09:23
1 comment
Akuntabilitas yang tinggi dari kebijakan dan program
pembangunan kehutanan perlu segera diupayakan secara konsisten dan non
diskriminatif, sebab realitas selama ini menunjukkan bahwa penetapan kebijakan
yang tertutup atau sengaja ditutup-tutupi dan tidak partisipatif hanya akan
menguntungkan sekelompok orang yang
memiliki akses terhadap proses penetapan kebijakan, yang menyebabkan mayoritas
masyarakat lainnya menjadi dirugikan dan terabaikan.
Subscribe to:
Posts (Atom)
TAMU
POPULAR
-
Suatu pagi di persimpangan jalan, sebuah botol aqua dicampakkan ke jalan dari celah kaca mobil yang setengah tertutup. Oops…, tiba-tiba da...
-
Aceh memiliki sejarah panjang perebutan sumber daya alam, dari zaman kolonial sampai sekarang. Sumber daya alam Aceh tidak hanya menj...
-
Apakah mungkin memperlambat laju kerusakan bumi, memperlambat meluasnya lubang pada lapisan ozon, menghentikan penyebaran gas polutan y...
-
Menyoroti masalah lingkungan hidup menjadi hal yang menarik bagi saya, apa lagi jika dapat menuliskannya secara popular, kritis, objekt...
-
Seorang lelaki tegap diejek sekerumunan orang, dari kaumnya sendiri, “Kamu terlalu banyak bicara, cobalah tunjukkan janjimu jika kau memang ...
Skenario dan Model Konseptual Hutan Wakaf
Misi
Konservasi secara langsung melalui pembelian lahan kritis. Diperuntukkan untuk membangun hutan yang berfungsi secara ekologis, baik sebagai sumber mata air, maupun sebagai penyerap karbon, ketersediaan buah-buahan dan tanaman obat, bahkan kayu untuk papan keranda, tempat bersarangnya burung-burung, lebah madu, primata dan species lainnya. Seterusnya akan diwakafkan dan disertifikatkan. Selengkapnya
Konservasi secara langsung melalui pembelian lahan kritis. Diperuntukkan untuk membangun hutan yang berfungsi secara ekologis, baik sebagai sumber mata air, maupun sebagai penyerap karbon, ketersediaan buah-buahan dan tanaman obat, bahkan kayu untuk papan keranda, tempat bersarangnya burung-burung, lebah madu, primata dan species lainnya. Seterusnya akan diwakafkan dan disertifikatkan. Selengkapnya