Ini adalah soal mitos yang dikembangkan oleh orang-orang
kaya untuk meraup sebanyak mungkin keuntungan dibalik perusahaan-perusahaan
pertambangan yang mereka miliki. Dengan mitos ini, mereka menghancurkan gunung,
sungai dan kampung.
Mari kita analisa dengan menggunakan kacamata sederhana dan “kamus
kita” sebagai rakyat. Mitos pertama; tambang disebut-sebut sebagai industri
padat modal dan resiko tinggi, mitos ini adalah cara jitu untuk merebut wilayah
tambang masyarakat yang masih
menggunakan teknologi sederhana agar menyerahkan pengelolaan tambang kepada
orang-orang kaya yang memiliki perusahaan tambang berskala besar. Lewat mitos
ini, orang-orang miskin dilarang menambang.
Mitos kedua; pertambangan adalah industri yang
mensejahterakan rakyat. Padahal faktanya justru menyengsarakan rakyat. Saat
konflik terjadi antara masyarakat dengan perusahaan tambang, Negara selalu
menunjukkan keberpihakannya kepada perusahaan. Selalu terdapat kantung-kantung
kemiskinan di sekitar wilayah tambang. Jadi jelaslah bahwa tambang tidak
memiliki relasi yang mensejahterakan rakyat. Yang ada hanyalah kebohongan dan
janji-janji belaka.
Mitos ketiga; pertambangan menyumbang devisa bagi negara.
Apa benar? Padahal jika dikoreksi lebih jauh, maka yang paling banyak memberikan
devisa di negeri ini adalah pertanian dan perikanan. Tetapi pemerintah
Indonesia tidak pernah mengakuinya.
Mitos keempat; tambang adalah kegiatan yang bertanggung
jawab. Padahal faktanya perusahaan-perusahaan tambang itu hanya mereklamasi
paling lama lima tahun saja.
Mitos kelima; pertambangan menyediakan lapangan kerja yang
banyak. Tetapi faktanya sebahagian besar dari pekerja tambang itu didatangkan
dari luar daerah. Sebahagian besar penduduk lokal tidak diterima bekerja karena
dianggap tidak memiliki keterampilan.
Dibalik mitos-mitos itu, terdapat realitas hancurnya
gunung, hutan, sungai dan laut. Pembuangan limbah tailing yang akan meracuni
sumber air dan pangan. Hadirnya gerombolan para pembual dari akademisi dan
konsultan bayaran untuk membuktikan bahwa tidak ada pencemaran. Lahirnya
konflik antar masyarakat dan masyarakat dengan pejabat negara. Terdapat penguasaan
sumberdaya alam oleh perusahaan, pencemaran lingkungan dan proses pemiskinan terhadap rakyat.
Selalu terjadi peningkatan pelanggaran Hak Asasi Manusia
di sekitar wilayah tambang yang diikuti oleh maraknya pasar suap dan korupsi antara
perusahaan tambang dengan pejabat pusat dan daerah.
Referensi:
Muhammad, C. 2011, Membongkar
Mitos Pertambangan. Poboya: Makalah, disampaikan dalam workshop pengelolaan
tambang Poboya, JATAM, 2011.
Potensi Konflik Di Daerah Pertambangan. Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia, Proyek Pengembangan Riset Unggulan/Kompetitif
LIPI/Program Isu, 2003.
Makin lama manusia akan mengerti dan mengubah situasi? Itu belum dibuktikan. Pertambangan menghancurkan terus lanskap dan habitat. Sebenarnya keserakahan manusia untuk lebih dan lebih mewah, teknologi dan kekayaan harus dilawan sebagai penyebab. Selama masyarakat tidak mengubah gaya hidupnya, akan berlalu pertambangan yang menghancurkan sungai, gunung dan kampung. Apakah ada perbaikan sejak tahun segini bang Akmal?
ReplyDeleteKapitalisme telah merayap ke segala relung kehidupan...
Deletedan itu akan semakin parah dimasa-masa yang akan datang.
Nah, apakah kita mau biarkan saja masalah perkembangan kapatalisme itu? Sebuah masalah yang sudah kita mengerti sedangkan kebanyakan masyarakat tidak mau mengerti? Bahkan mereka tidak mau berpikirnya selama tidak ada masalah pribadi. Apalagi yang punya kekuasaan...
DeleteYa, ini tantangannya bagi kita yang sudah mengerti. Perlu ada pendekatan.
ReplyDeleteHutan wakaf, gerakan senyap yang heboh di langit.
ReplyDelete