Hanya dengan
membungkam berisik, kita bisa merasakan
apa yang mereka rasakan. Barangkali kita perlu menyimak apa arti pagi bagi
Aulida Putri. Bayi dari pasangan Warga Keude
Panga, Aceh Jaya itu.
Dari mana
datangnya cacat?
Nidar, ibu
kandung Aulida: ketika hamil - melahap kerang yang dibawa pulang suaminya setiap pulang kerja, dan kerang itu ternyata
beracun. Ya., kerang itu tercemar merkuri penambang emas Gunong Ujeuen
Kecamatan Krueng Sabee.
Lalu datang
petaka itu. Merkuri berada di belakang kisah hidup Aulida yang baru saja ia
mulai. Tapi saya yakin, Aulida bukan sendirian, sebab merkuri adalah zat racun yang
pelan-pelan tapi pasti bisa membunuh siapa saja.
Anehnya, gelombang
kesadaran massa akan bahaya merkuri belum tersentuh. Para pendulang masih menggerakkan
mesinnya, mengguyur merkuri ke tanah dan sungai-sungai. Dari mana datangnya
rasa bengal akan kejahilan? Dari dalam dirinya yang ingin segera kaya raya?
Bukankah para pendulang itu juga manusia? Bukankah mereka punya bayi?
Di sini saya
kira, Tuan-tuan harus turun tangan. Sebab situasi sudah tidak biasa. Manusia
sedang mengulang kejahanamannya. Melakonkan rutinitas tanpa melihat tangisan
generasi masa depan.
Dan ini
bukan perang biasa, tapi sebuah latar kengerian yang sangat merisaukan.
Pedulikah
Tuan? Tidak cukup dengan kata-kata normatif, sebab korban sudah mulai berjatuhan, dan
pasti akan susul-menyusul.
Bertindaklah
Tuan.